Klasifikasi bangunan gedung adalah hal penting yang tidak boleh dianggap sepele. Sebab, bangunan adalah tempat manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Bangunan gedung bukan hanya sebatas struktur fisik saja. Tapi juga berpengaruh pada pembentukan karakter dan produktivitas orang-orang di dalamnya. -MegaBaja.co.id
Oleh karena itu, pengelolaan gedung secara tertata penting sekali dilakukan. Tentunya, harus sesuai dengan aturan dan norma yang ada. Di sini, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) tidak bisa diabaikan begitu saja.
Pasalnya, ini bukan hanya soal mematuhi hukum saja. Tetapi juga soal menjaga kualitas hidup masyarakat. PBG penting untuk memastikan setiap tahap perencanaan, desain, dan konstruksi bangunan sesuai standar keamanan dan kenyamanan.
Di sisi lain, SLF menjadi bukti jika bangunan telah memenuhi syarat dan layak untuk digunakan sebagaimana mestinya. Dengan PBG dan SLF, kita bisa menciptakan lingkungan yang kokoh, memiliki ciri khas, seimbang, dan juga selaras dengan lingkungan sekitar.
Kali ini, MegaBaja.co.id akan menjelaskan tentang klasifikasi bangunan gedung. Lengkap dari dasar hukum, tujuan, hingga jenis-jenisnya. Simak terus, ya!
Dasar Hukum Klasifikasi Bangunan Gedung
Bangunan Gedung adalah salah satu bentuk nyata dari pemanfaatan ruang. Maka dari itu, pengaturannya harus tetap mengikuti aturan tata ruang yang telah diatur dalam Undang-Undang. Agar proses pembangunan gedung terjamin aman dan tertib secara hukum, setiap gedung wajib memenuhi syarat administratif dan teknis yang sudah ditentukan.
Salah satu dasar hukumnya adalah Peraturan Pemerintah RI Nomor 36 Tahun 2005, yang menjadi pelaksana dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Peraturan ini mengatur soal fungsi, syarat, pelaksanaan pembangunan gedung, sampai peran masyarakat dan pembinaan dalam pengelolaan bangunan gedung.
Tujuan Klasifikasi Bangunan Gedung
Tujuan pengaturan fungsi bangunan gedung adalah supaya bangunan yang berdiri sudah jelas mau dipakai untuk apa dari awal. Jadi, orang yang akan membangun gedung bisa lebih patuh untuk memenuhi semua persyaratan. Klasifikasi fungsi bangunan ini ditentukan dari beberapa hal. Seperti, kompleksitas, permanensi, risiko kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian, dan/atau siapa pemiliknya.
Macam-Macam Klasifikasi Bangunan Gedung
Klasifikasi bangunan gedung adalah lanjutan dari pengelompokan fungsi gedung. Tujuannya agar pembangunan dan penggunaannya bisa lebih terarah dalam menetapkan syarat administrasi dan teknisnya. Jika fungsi dan klasifikasi bangunan sudah ditetapkan, maka proses pemenuhan syarat administratif dan teknisnya jadi lebih simpel dan efisien.
Berikut macam-macam klasifikasi bangunan gedung:
Berdasarkan Tingkat Kompleksitas
Dilihat dari tingkat kompleksitasnya, bangunan gedung diklasifikasikan menjadi tiga. Yaitu, bangunan sederhana, tidak sederhana, dan bangunan khusus. Bangunan sederhana biasanya memiliki karakteristik yang umum, tingkat kepentingan sederhana, dan menggunakan teknologi konvensional.
Sedangkan, bangunan tidak sederhana lebih rumit. Tingkat kepentingan bangunan tidak sederhana ini lebih tinggi dan sering melibatkan teknologi yang lebih canggih. Sementara itu, bangunan khusus memiliki fungsi dan syarat yang sangat unik. Sehingga, membutuhkan pendekatan perencanaan dan pelaksanaan yang spesifik serta menggunakan teknologi khusus pula.
Berdasarkan Tingkat Permanensi
Menilik aspek permanensi, klasifikasi bangunan gedung terbagi menjadi tiga, yakni bangunan abadi atau permanen, bangunan semi permanen, dan bangunan sementara. Bangunan permanen didesain untuk tahan lama. Biasanya, untuk masa pakai lebih dari 20 tahun.
Umur layanan bangunan semi permanen antara 5 sampai 10 tahun. Jadi, sifatnya lebih sementara tetapi cukup kuat. Di sisi lain, bangunan sementara lebih fokus untuk kebutuhan darurat atau kebutuhan akan bangunan yang cepat berfungsi. Masa layanannya maksimal 5 tahun.
Berdasarkan Tingkat Risiko Kebakaran

Meninjau potensi risiko kebakaran, bangunan gedung dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan berdasarkan risiko kebakaran yang dihadapi. Di antaranya rendah, sedang, dan tinggi. Karena itu, setiap bangunan butuh rekomendasi dari damkar agar risiko kebakaran bisa diminimalisir.
Bangunan yang risiko kebakarannya tinggi biasanya memiliki fungsi, material, desain, atau jumlah dan jenis bahan di dalamnya yang membuat bangunan tersebut rawan terbakar. Sementara itu, bangunan dengan risiko kebakaran sedang umumnya memiliki fungsi, desain material, komponen pembentuk, serta jumlah dan jenis bahan yang tingkat rawan terbakarnya ada di tengah-tengah. Tidak terlalu tinggi tapi juga tidak rendah.
Adapun, bangunan dengan risiko kebakaran rendah mempunyai fungsi, bahan, komponen pembentuk, dan jumlah serta jenis material yang cenderung minim kemungkinan untuk terbakar.
Berdasarkan Zonasi Gempa
Klasifikasi bangunan gedung ini mengacu pada respon bangunan terhadap gempa bumi. Dan hal tersebut diklasifikasikan menjadi enam tingkatan. Mulai dari tingkatan I sampai VI. Level ini menggambarkan seberapa besar potensi dampak gempa di suatu wilayah.
Tingkatan I adalah wilayah yang sangat rawan gempa. Tingkatan II memiliki potensi gempa yang cukup besar, dan tingkatan III mencakup daerah dengan lipatan dan retakan. Serta tingkatan IV merupakan wilayah dengan lipatan tapi tanpa retakan.
Lalu, tingkatan V mewakili daerah dengan risiko gempa yang kecil. Sedangkan tingkatan VI adalah area yang dianggap stabil dan minim akan potensi gempa. Semua tingkatan ini diatur berdasarkan pedoman dan standar teknis agar bangunan di setiap wilayah siap menghadapi gempa sebaik mungkin.
Berdasarkan Letak Geografis
Jika ditinjau dari letak geografis, klasifikasi bangunan gedung terbagi menjadi tiga kategori. Hal itu mencakup lokasi padat, lokasi sedang, dan lokasi senggang. Lokasi padat biasanya ada di kota besar atau di pusat perdagangan.
Untuk lokasi sedang, umumnya terletak di daerah pemukiman. Dan letak lokasi senggang biasanya di pinggiran kota atau di area yang berfungsi sebagai zona resapan. Pembagian ini membantu dalam merencanakan dan mengembangkan bangunan dengan mempertimbangkan karakteristik khusus dari tiap lokasi.
Berdasarkan Ketinggian Bangunan
Ada tiga kelompok bangunan yang diklasifikasikan Berdasarkan ketinggiannya. Ketiganya adalah bangunan rendah, sedang, dan tinggi. Klasifikasi ini ditetapkan dari jumlah lantai atau tingkat yang ditentukan oleh pemerintah setempat.
Lantai maksimal pada bangunan rendah biasanya 4 lantai. Bangunan sedang punya antara 5 sampai 8 lantai, sedangkan bangunan tinggi punya lebih dari 8 lantai.

Berdasarkan Kepemilikan
Dalam hal kepemilikan, klasifikasi bangunan ini adalah milik negara, badan usaha, dan milik pribadi. Bangunan yang dimiliki negara biasanya digunakan untuk kepentingan umum atau pelayanan pemerintah dan dibiayai oleh dana APBN, APBD, atau sumber lainnya. Contohnya seperti sekolah, rumah sakit, atau gedung pemerintahan.
Kemudian, bangunan milik pribadi adalah bangunan yang dibangun dan dimiliki oleh individu dengan biaya sendiri. Contohnya adalah rumah tinggal.
Sebuah bangunan gedung bisa memiliki lebih dari satu fungsi atau kombinasi fungsi. Misalnya gabungan antara fungsi tempat tinggal dan usaha, seperti rumah-toko (ruko), rumah-kantor (rukan), apartemen-mal, atau kombinasi fungsi usaha seperti kantor-toko, hotel, atau mal. Fungsi dan klasifikasi bangunan harus sesuai dengan aturan lokasi yang sudah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Dengan mengikuti klasifikasi bangunan yang sesuai aturan, diharapkan masyarakat bisa lebih peduli terhadap berbagai risiko yang mungkin muncul dalam pembangunan. Sehingga, angka kecelakaan saat menggunakan bangunan bisa diminimalisir.
Semoga artikel ini bermanfaat!


















Leave a Reply