Pernakah kamu memperhatikan bangunan klasik? bBangunan-bangunan tersebut memiliki arsitektur yang mengagumkan, bukan? Arsitektur klasik memiliki cara tersendiri untuk membangun setiap elemennya terlihat megah, termasuk bagian tiang-tiangnya. Salah satu elemen arsitektur yang menjadi ciri khas bangunan klasik adalah colonnade. –MegaBaja.co.id
Colonnade atau deretan kolom pada arsitektur klasik sering kali menunjukkan bahwa bangunan tersebut merupakan tempat bersejarah yang penting. Pemikiran tersebut tidaklah salah, karena colonnade bisa menunjukkan status dari bangunan tersebut.
Apa Itu Colonnade?
Colonnade didefinisikan sebagai struktur arsitektur yang terdiri dari deretan kolom atau balok penyangga vertikal yang menyangga plafon. Elemen ini dikenal sebagai salah satu arsitektur yang paling populer dari bangunan buatan manusia. Banyak contoh colonnade yang ada di reruntuhan bangunan kuno, baik sebagai bagian dari bangunan maupun jalan setapak.
Elemen arsitektur klasik ini dapat ditemukan di bagian dalam bangunan maupun di luar bangunan sebagai bagian dari fasad. Di bagian dalam, colonnade sering kali menggambarkan atau meningkatkan kemegahan ruang-ruang penting seperti aula, pintu masuk, dan atrium. Di bagian luar, colonnade banyak menyangga halaman, teras, atau berfungsi sebagai elemen dekoratif yang menambah irama dan keanggunan area outdoor.
Penggunaan colonnade dalam arsitektur tidak hanya berfungsi untuk menopang beban bangunan di atasnya dan menyediakan jalan setapak tertutup. Namun, elemen arsitektur ini juga berperan penting dalam mendefinisikan karakter visual suatu bangunan. Pada bangunan klasik, colonnade melambangkan kekuatan, keteraturan, dan keindahan, sehingga menjadi elemen populer dalam desain arsitektur kuno.
Apakah colonnade hanya terdapat pada arsitektur klasik? Tentu tidak. Elemen ini memang merupakan ciri khas arsitektur klasik, tetapi telah diadaptasi dan digunakan dalam berbagai gaya sepanjang sejarah. Termasuk desain Renaisans, Neoklasik, dan bahkan kontemporer.
Bagian Utama Colonnade
Terdapat tiga bagian utama colonnade yang membuatnya kokoh dan terlihat mewah, yakni:
1. Dasar: Sebagian besar colonnade (kecuali kolom bergaya Doric awal) terletak di atas dasar bundar atau persegi, yang terkadang disebut plinth.
2. Poros: Merupakan bagian utama kolom, yaitu poros. Bagian ini bisa halus, beralur, atau diukir dengan desain.
3. Capital: Bagian atas kolom ini bisa berupa hiasan sederhana atau rumit.
Sejarah Colonnade
Colonnade pertama kali muncul di Yunani Kuno sekitar tahun 690 SM seiring dengan pembangunan Kuil Isthmia. Arsitektur ini digambarkan sebagai salah satu desain pertama yang memungkinkan arsitek kuno beralih dari konstruksi kayu ke konstruksi batu.
Roma mengikuti jejaknya dan mulai memasukkan colonnade ke dalam bangunan mereka pada kurun waktu yang sama. Di Yunani dan Roma, colonnade merupakan pemandangan umum di tempat umum.
Kemudian, seniman Renaisans Italia menerapkan kembali penggunaan colonnade untuk menunjukkan penghormatan dan kekaguman terhadap arsitektur kuno. Gabungan inovasi, desain, dan prestasi teknik dari budaya Yunani dan Roma Kuno ini menjadi dasar gaya arsitektur Eropa-Amerika. Deretan tiang ini menjadi ciri khas arsitektur klasik dan telah diadaptasi dalam berbagai gaya arsitektur sepanjang sejarah.
Dengan menggunakan sistem tiang dan ambang pintu, para arsitek dapat menggunakan material yang lebih berat dan kuat untuk membuat bangunan yang lebih besar. Ada beberapa macam colonnade yang berasal dari Yunani klasik, yakni gaya Doric, Ionic, dan Corinthian, masing-masing ditentukan oleh gaya kolom dan entablatur.
Contoh colonnade Yunani yang paling terkenal adalah di Parthenon, sebuah kuil besar yang dibangun pada tahun 447 SM oleh Kekaisaran Athena. Bangunan ini tiang penyangga eksterior yang terdiri dari 46 kolom setinggi 34 kaki. Di Roma kuno, colonnade bergaya Yunani digunakan untuk menyangga dan menghiasi kuil, istana, gedung pemerintahan, dan halaman publik.
Inovasi dalam Material Colonnade
Bangsa Romawi menyukai colonnade. Mereka menambahkan inovasi arsitektur sendiri untuk membuat colonnade menjadi penyangga yang lebih kuat. Inovasi pertama adalah beton.
Sebelumnya, Bangsa Yunani menggunakan batu atau marmer untuk membangun kuil. Bangsa Romawi adalah yang pertama menggunakan beton sebagai bahan bangunan. Material ini tidak hanya lebih murah daripada batu, bahkan lebih fleksibel untuk diaplikasikan ke dalam bentuk atau ruang apa pun.
Colonnade Romawi kemudian banyak yang terbuat dari beton, termasuk tiang-tiang yang melengkung. Lengkungan tersebut memindahkan beban secara lebih merata dan membuat struktur lebih kuat. Konstruksi ini membuat bangsa Romawi bisa membangun struktur yang lebih besar.
Peralihan dari marmer ke beton terjadi karena beberapa alasan. Para desainer dan pembangun pada masa itu menganggap beton lebih ekonomis dan lebih mudah dikerjakan. Selain itu, beton memberikan lebih banyak kebebasan berkreasi dan dapat dituangkan ke dalam bentuk yang terlalu padat karya untuk dibuat dari batu.
Bangsa Romawi merupakan bangsa pertama yang berhasil menggunakan beton untuk bangunan dalam skala besar. Hingga kini, konsep tersebut terus diintegrasikan dalam bangunan-bangunan modern. Meskipun demikian, marmer dan batu-batu masih digunakan sesekali di Roma pada bangunan-bangunan yang membutuhkan bahan-bahan terbaik.
Fungsi Colonnade
Colonnade bukan sekadar tambahan estetis dalam sebuah bangunan. Elemen yang telah ada sejak peradaban Yunani dan Romawi ini memberikan nilai estetika sekaligus memenuhi fungsi struktural. Berikut ini adalah beberapa fungsi utama dari colonnade yang menjadikannya elemen penting dalam desain arsitektur:
1. Menentukan Batas Suatu Ruang
Colonnade sering digunakan untuk memperjelas batas antara ruang satu dengan ruang lainnya tanpa harus menggunakan dinding masif. Dengan keberadaan deretan tiang ini, sebuah area dapat memiliki transisi yang lebih lembut antara ruang terbuka dan tertutup.
Misalnya, di alun-alun kota atau taman, colonnade membantu menciptakan ruang semi-terbuka yang tetap terasa terpisah secara visual dari lingkungan sekitarnya.
2. Menambahkan Sentuhan Keanggunan
Tidak dapat disangkal bahwa colonnade adalah simbol keanggunan dalam arsitektur. Keindahan desain tiang-tiang yang diukir dengan detail, seperti pada gaya Doric, Ionic, atau Corinthian, memberikan kesan megah dan elegan. Colonnade sering ditemukan di bangunan seperti museum, universitas, atau gedung opera untuk menciptakan aura kemewahan dan prestise.
3. Memperkuat dan Memperkokoh Struktur
Selain fungsi dekoratif, colonnade juga memiliki peran struktural yang signifikan. Tiang-tiang ini membantu mendistribusikan beban atap atau struktur di atasnya, sehingga bangunan menjadi lebih kokoh dan stabil. Dalam konstruksi modern, meskipun bahan yang digunakan sudah lebih variatif, prinsip distribusi beban ini tetap relevan.
4. Melindungi Jalur Pejalan Kaki
Colonnade kerap dirancang untuk memberikan perlindungan terhadap pejalan kaki dari hujan atau terik matahari. Dalam desain klasik, colonnade biasanya menghubungkan satu area dengan area lain, seperti pintu masuk utama dengan taman atau lapangan terbuka. Ini menciptakan jalur yang nyaman dan terlindungi.
5. Sebagai Simbol Kekuasaan dan Kemegahan
Bangunan-bangunan ikonik seperti kuil, istana, dan gedung pemerintahan sering kali dilengkapi colonnade dengan skala yang jauh lebih besar. Tiang-tiang yang megah dan dibuat dari bahan berkualitas tinggi, seperti marmer atau granit, mencerminkan kekuasaan dan kemegahan penguasa atau institusi yang menaunginya.
Contoh yang terkenal adalah Parthenon di Athena dan Gedung Capitol di Amerika Serikat, yang sama-sama menggunakan colonnade untuk menonjolkan otoritas dan nilai historis.
Itulah sekilas tentang sejarah colonnade, perkembangan material, hingga fungsinya dalam konstruksi bangunan. Elemen arsitektur klasik tersebut hingga kini tetap menjadi simbol kemewahan yang sarat akan makna.
Leave a Reply